MENCEDERAI KEBHINEKAAN


Dunia Andri

Jika kita membuka buku PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan) saat SD dulu, kita akan menemukan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Tagline yang dicetuskan para pendiri bangsa itu sudah sedari pendidikan dasar diajarkan, tapi sangat minim aplikasi di lapangan. Pemaknaan kembali makna semboyan tersebut menjadi urgent di tengah semakin tingginya fenomena “merasa paling benar” di kalangan masyarakat Indonesia belakangan ini.
Kenapa masyarakat Indonesia kini seperti melupakan cita-cita founding fathers? Kemajuan teknologikah? Atau justru tingginya ego masing-masing elemen masyarakat Indonesia kini?
Bhineka Tunggal Ika bukan semboyan penghias buku pelajaran semata. Bukan pula maskot yang diagung-agungkan. Lebih dari pada itu. Para pendiri bangsa sadar bahwa Negara ini tercipta dan merdeka dalam keanekaragaman yang menyatu dalam satu kesatuan, serta kesadaran akan pentingnya memahami dan menghargai perbedaan.    
 Kita berdiri di atas tanah yang sama. Kita meminum dari sumber air yang sama. Kita menghirup udara untuk bernafas yang sama. Tapi, kita masih saja tersesat dalam permasalahan yang sama. Pemaksaan pemikiran. Kita selalu menampilkan pandangan bahwa pikiran, pemahaman, dan keyakinan yang kita miliki adalah yang paling benar. Pihak-pihak yang berada di luar itu sesat dan menyesatkan. Padahal kebenaran memiliki perspektifnya sendiri. Sifatnya relatif. Seperti yang dijelaskan Albert Einsten dalam teori relativitasnya. Bahwa tidak ada yang pasti di dunia ini. Satu-satunya yang pasti hanyalah ketidakpastian itu sendiri
.
Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, dibutuhkan kebesaran hati dan kedewasaan berpikir. Bertindak dalam kesadaran tulus akan pentingnya kemajuan bangsa, bukan demi eksistensi golongan semata. Perlu diingat, kita tidak berada dalam Negara yang memiliki point of view yang seragam, atau ‘dipaksa’ seragam. Kita berada dalam keanekaragaman pemikiran. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, keluarga, ekonomi, dan lingkungan sosialisasi. Oleh karenanya, pengaplikasian nilai-nilai luhur Pancasila sangat mendesak.
Pancasila dirancang karena kesadaran para pendiri bangsa bahwa keanekaragaman yang dimiliki Indonesia memiliki potensi besar jika dikemudian hari menjadi masalah. Dalam Pancasila kita diajarkan bahwa bermusyawarah merupakan solusi terpenting dalam menyelesaikan masalah. Artinya, baik mayoritas, maupun minoritas terwakilkan aspirasinya. Tidak ter-spiral of silence-kan. Di samping itu, musyawarah ini juga meminimalisir tindakan anarkis dari pihak-pihak yang memaksakan pemikirannya. Dalam setiap agama, perdamaian adalah nilai luhur yang sangat dijunjung tinggi. Maka, jangan mengatasnamakan agama jika mau bertindak anarkis.
Pada akhirnya, kitalah yang memegang peranan penting untuk menciptakan perdamaian dalam keanekaragaman Indonesia. Baik dalam dimensi apapun. Kita tidak lagi berpijak dalam fanatisme berleihan. Tapi, pada keinginan luhur membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Jangan sampai kita mencederai kebhinekaan yang sudah Tuhan anugerahkan kepada bangsa ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMANUSIAKAN ANAK JALANAN DAN TUNA WISMA

KANGEN AYAH

BBM dan HARAPAN RAKYAT