Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2012

KAGUM

Menarik atau tidaknya sesuatu. Tidak diukur dari seberapa indah wujud fisiknya. Semengagumkan keelokan parasnya. Karena dibutuhkan kultivasi waktu yang lama untuk menandakan betapa sesuatu itu menjadi layak untuk mencuri tempat di salah satu bagian hatimu. Kagum. Kata itu memiliki maknanya sendiri. Memiliki perspektif berbeda dari setiap individu yang terstimuli olehnya. Lanskapnya diatur oleh past experiences mu. Oleh kesanggupan kamu untuk menerima sentuhan kesan tersebut. Maka jangan paksa aku untuk menjelaskannya. Atau menjabarannya, hanya supaya kamu mengerti dan paham. Aku tidak mampu. Maaf. Kita memiliki kemampuan yang berbeda dalam memberi arti dari kata itu. Menurutku, kagum adalah sarana paling mumpuni untuk menandakan betapa dimensi rasa, mampu bersatu dalam dimensi waktu dan aksara sekaligus. Saat ketiga dimensi itu bersatu, maka yang diperlukan hanyalah keberadaan kamu. Keberadaan yang seutuhnya diberikan untuk aku. Tidak dengan sesuatu yang lain. Di dalam kat...
Gambar
Untuk Blog Contest Mizan.com   D yang membuat aku belajar             Belum pernah aku sedemikian jatuh cinta pada seorang penulis, tapi setelah membaca goresan pena kamu, Dee, aku merasa kembali hidup. Tulisan-tulisan kamu itu sederhana, namun mampu menciptakan kesempurnaan. Aku ingat kamu pernah menulis, “Pepatah bukan sekadar kembang gula susastra. Dibutuhkan pengalaman pahit untuk memformulasikannya” pada cerpenmu Mencari Herman. Kata-kata itu begitu menggiring aku untuk kembali percaya bahwa kendati hidupku penuh dengan problematika yang beragam, namun selalu ada pelajaran yang bisa dipetik.          Aku begitu hanyut dalam setiap himpunan kata yang kamu suguhkan. Sesederhana itukah menyuarakan pemikiran kita. Tidak perlu kata-kata sulit hanya untuk dibilang pintar. Nyatanya kamu itu sangat cerdas mengemas suatu ke’galau’an menjadi sesuatu yang mengalun manis. Pada cerpenmu Surat ...

JANGAN HANYA PERHATIAN SESAAT

      Wajah pemberitaan media massa belakangan ini, selain menyoroti kasus ‘maling sandal’ vs Briptu di Palu, Sulawesi Tengah, yang begitu menggambarkan kondisi hukum negara ini, betapa pisau hukum ternyata sangat tajam ke bawah, tapi menjadi lumpuh ketika ke atas. Juga diwarnai oleh geliat industri nasional, melalui mobil Kiat Esemka. Mobil yang diproduksi oleh anak-anak SMK di Solo, dan di’populer’kan oleh Walikota Solo, Bapak Joko Widodo (Jokowi), karena dijadikan sebagai kendaraan dinasnya.         Setelah banyak kekaguman yang ditujukan baik dari masyarakat, banyak kalangan elit yang seolah-olah ‘latah’ untuk mengikuti langkah bijak yang dilakukan oleh Bapak Jokowi. Para kalangan elit ini seolah tidak mau kalah untuk mengapresiasi karya anak bangsa ini, tidak salah memang, namun jika mobil Kiat Esemka ini hanya ditunggangi sebagai sarana publisitas citra, sungguh sangat ironis.

MEMBATASI OBSTRUCTION OF JUSTICE

            Belum lagi selesai kasus kerusuhan Bima, 2011 ditutup dengan berita mengejutkan mengenai penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polisi berpangkat Briptu terhadap seorang pelajar berusia 15 tahun di daerah Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), hanya karena masalah sandal jepit berharga puluhan ribu rupiah. Rasanya prinsip “praduga tak bersalah” di negeri ini mulai menghilang. Saat amarah memuncak, maka tindakan anarki dan amuk justru yang berkembang. Lalu ke mana perginya budaya ramah tamah yang dulu menjadi karakter bangsa ini? Rasanya sudah memudar, lapuk dimakan zaman.              Penanganan kasus sandal jepit ini juga terbilang aneh. Pelajar yang dituduh tersebut, selain sudah dianiaya oleh oknum polisi tersebut, harus menerima kenyataan pahit yaitu ancaman lima tahun penjara. Coba bandingkan dengan kasus korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah. Para k...

AKSARA S DAN A

            Aksara S mengawali keagungan namamu. Keagungannya sangat tercermin dalam sikap dan perilakumu. Kamu yang sederhana. Kamu yang apa adanya. Membuat aku heran, bagaimana bisa dunia yang sedemikian kekurangan, terbelakang, konservatif, dan kampungan mampu menghadirkan kamu yang sedemikian istimewa. Kamu yang berbeda. Fisikmu tidak seindah goresan Da Vinci. Atau semenakjubkan pahatan Michelangelo. Kamu itu biasa saja. Tapi, perilakumu jauh dari itu semua. Karena menggambarkan dirimu, aku harus menghimpun jutaan simfoni nada di alam raya ini. Membentuk komposisi harmonisasi yang mengalaun merdu dan berirama. Aku tidak mampu. * Semua berawal dari ketidaksengajaan. Dari suatu hal yang sangat sederhana, tapi terjadi begitu manis. Tatapan yang bermula mengalun malu-malu. Lalu berkembang menjadi sebuah kata sapaan “Halo..” Berhenti disitu. Karena tiba-tiba duniamu berhenti. Oleh sesuatu yang tidak pernah bisa kamu pah...