D yang membuat aku belajar 
          Belum pernah aku sedemikian jatuh cinta pada seorang penulis, tapi setelah membaca goresan pena kamu, Dee, aku merasa kembali hidup. Tulisan-tulisan kamu itu sederhana, namun mampu menciptakan kesempurnaan. Aku ingat kamu pernah menulis, “Pepatah bukan sekadar kembang gula susastra. Dibutuhkan pengalaman pahit untuk memformulasikannya” pada cerpenmu Mencari Herman. Kata-kata itu begitu menggiring aku untuk kembali percaya bahwa kendati hidupku penuh dengan problematika yang beragam, namun selalu ada pelajaran yang bisa dipetik.
         Aku begitu hanyut dalam setiap himpunan kata yang kamu suguhkan. Sesederhana itukah menyuarakan pemikiran kita. Tidak perlu kata-kata sulit hanya untuk dibilang pintar. Nyatanya kamu itu sangat cerdas mengemas suatu ke’galau’an menjadi sesuatu yang mengalun manis. Pada cerpenmu Surat Yang Tak Penah Sampai aku begitu tercegang dengan pernyataanmu, “Sejarah seperti awan yang tampak padat berisi tapi ketika disentuh menjadi embun yang rapuh”. Betapa aku tidak menyadari bahwa selama ini begitu terbelenggu oleh sejarah. Padahal seharusnya aku biarkan saja sejarahku mengantung di sana. Tidak perlu aku jadikan pegangan yang terlalu kuat. Karena nyatanya ia begitu rapuh. Terima kasih sudah membuat aku belajar. 
          Maka pada akhir surat ini aku hanya ingin berterima kasih untuk membuat aku selalu belajar. Dunia sekelilingku bisa aku rangkum dalam setiap goresan karyaku. Melalui perspektif yang aku pahami. Aku ingin menjadi Salju Gurun, karena setiap senti aku akan menginspirasi, karena aku berani untuk menjadi berbeda. I’ll always wait your novels.
Unforgettable moment when I meet you


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMANUSIAKAN ANAK JALANAN DAN TUNA WISMA

KANGEN AYAH

BBM dan HARAPAN RAKYAT