PESONAMU
Dunia Andri
Kebahagiaan itu bukan
monopoli dari hubungan yang diikat di atas kejelasan atau ketidakjelasan. Bukan
pula didasari oleh hadirnya rasa dalam balut kebersamaan. Kebahagiaan itu bisa
hidup independen dalam kehidupan yang sudah terlanjur mapan. Maka,
kebahagiaanku untuk kamu yang kian hari kian absurd.
Diperlukan 3,5 tahun
pertemanan untuk aku menyadari betapa kamu begitu istimewa. Salahku. Kamu yang
unik. Kamu, yang dalam ketidakpedulianmu akan sekitar. Tingkahmu yang serasa
berada dalam duniamu sendiri. Ke’iseng’anmu yang sulit diantisipasi, tapi tetap
terbungkus wajar. Menyiksaku untuk mencuri lihat dirimu. Menumbuhkan rasa yang
dulu pernah padam.
Awalnya hanya karena
provokasi teman-teman yang membuat aku menyadari pesonamu. Tapi, semua terasa
salah. Kita yang sedemikian berbeda. Dua karakter yang tidak sejalan.
Kecenderungan kita yang berbeda. Waktu kita yang tidak bisa selalu bersama.
Membuat aku ragu dan bimbang atas perasaan ini. Akhirnya, aku putuskan untuk
memadamkan lagi rasa itu. Dan melanjutkan hidup.
Suatu hari kamu kembali. Atau tepatnya
kita dipaksa berada dalam dimensi yang sama. Pertemuan yang singkat itu
menumbuhkan kembali rasa yang aku pernah coba padamkan dulu. Pesonamu
mengalahkan raguku. Mengalahkan takutku akan konsep mencintai. Karena kamu aku
menjadi yakin untuk memulai jalan lebih dahulu. Sedikit agresif untuk
menyeimbangi kamu yang santai-santai saja.
Terserah mau dibilang
apa. Terserah mau dilabeling apapun.
Aku semakin tidak peduli. Kamu membuat aku semakin yakin untuk memulai
kehidupan baru. Memerbaiki luka lama yang pernah dia torehkan. Hubungan yang
sedemikian tidak jelas. Aku malas mengingatnya.
Maka semua berawal.
Dari satu persatu kata membentuk percakapan. Menyicil satu persatu perasaan
yang dibungkus rapi dalam paket sms yang sederhana. Rindu yang aku titip
tersirat. Kagum yang selalu terselipkan dalam sapaku. Semua mengalun indah
dengan harmonis.
Lama kelamaan
perhatianmu semakin lebih. Kita yang dulu memulai percakapan dengan hal-hal
absurd. Semakin hari semakin teratur dan intim. Lebih personal dan menyentuh.
Meningkatkan lagi percayaku akan rasa ini. Maka aku beranikan untuk bertanya.
Hubungan seperti apakah ini? Karena traumaku atas hubungan yang tanpa status
kembali mengusik.
Kamu bilang hanya aku yang
bisa membuat kamu merasa nyaman. Cuma aku yang mampu mencuri perhatianmu utuh.
Cuma aku yang kamu perlakukan seperti itu. Tidak ada yang lain. Tapi, kamu
tidak bisa memberi lebih. Karena kamu terbentur oleh prinsipmu. Prinsip yang
tidak mau menjalin hubungan, sebelum kata sarjana menjadi milikmu utuh. Well, aku hormati. Maka kita jalani saja
dulu.
Hari berganti bulan. Tiba-tiba
selentingan kabar mengusik nyamanku. Mengembalikan raguku atas cinta yang aku
alami kini. Meragukan kamu. Kamu itu walaupun terkesan tidak peduli, pesonamu
adalah racun yang mematikan lawan jenismu. Tidak perlu dibuat-buat. Karena
justru di situlah kamu berbeda.
Gadis itu memulai sama
persis seperti yang aku alami dulu. Dan kamu memerlakukan dia sama seperti
sikapmu kepadaku. Karenanya aku kesal. Tdiak bisakah hanya aku yang kamu beri
perhatian itu. Cuma aku.
Lalu tertuturlah
alasan-alasan klise. Cuma teman. Bisakah
ada kalimat yang lain? Bisakah kamu yakinkan aku untuk sekali ini percaya?
Melupakan raguku atas dirimu. Di saat itu aku menyadari satu hal. Cinta kita
memang bukan hal yang sudah valid sedari awal. Ada beribu ruang yang
memungkinkan kamu beranjak pergi. Meninggalkan aku yang masih terpaku di tempat
yang sama. Di atas kesalahan yang sama.
Apapun akhirnya nanti.
Bagaimanapun caranya ini berakhir. Cuma satu keyakinanku. Kebahagiaanku berada
pada tanganku sendiri. Dirimu dengan pesona yang kamu miliki tanpa perlu
dibuat-buat. Menyadai aku satu hal. Cinta seharusnya berdiri dalam basis yang
kuat dan tulus.
Komentar
Posting Komentar